Tuesday, October 25, 2005

Hari ‘H’ di 10 Hari Terakhir Ramadhan

Usai berdo’a sholat subuh tadi, saya masih duduk di atas sajadah dan melamun. Tabiat itu membuat ayah saya yang mengimami sholat tersebut bertanya kenapa saya melamun. Hal seperti itu bukanlah menjadi kebiasaan saya. Biasanya setelah usai sholat, berdo’a dan bersalaman dengan jema’ah lainnya, saya langsung ke ruang depan untuk membaca Al Qur’an. Ada satu hal membuat saya melamun dan dalam lamunan itu saya memohon sesuatu kepada Allah. Apakah itu?

Sepuluh hari terakhir Ramadhan merupakan masa hamba-hamba Allah mencari kemuliaan. Di dalam 10 hari terakhir Ramadhan terdapat satu malam yang mulia, yaitu malam Lailatul Qadar. Seperti yang di firmankan Allah dalam surat Al Qard. Pada tulisan ini saya tidak ingin menjelaskan panjang lebar apa itu malam Lailatul Qadar atau bagaimana mendapatkan malam seribu bulan itu.

Saya teringat ketika saya masih remaja dulu. Malam Lailatul Qadar bukan menjadi prioritas utama saya. Sepuluh hari terakhir berarti sudah begitu dekat dengan Lebaran. Baju baru, sepatu baru, pokoknya yang baru-baru, itu yang menjadi prioritas. Dan yang paling ditunggu-tunggu adalah uang lebaran atau THR. Apalagi sepuluh hari terakhir itu dimulainya acara membuat kue lebaran. Kebayangkan? Betapa lezatnya kue lebaran. Siapa sih yang tidak meneteskan iler melihat kue-kue yang lezat. Jadi, seusia itu saya paling senang jika saya mendapatkan haidh pada 10 hari terakhir Ramadhan, supaya saya bisa mencicipi kuenya. Hihihihi…, jadi malu nih.

Bagaimana dengan sekarang? Kalau sekarang saya akan merasa rugi sekali bila mendapatkan haidh pada 10 hari terakhir Ramadhan. Dan inilah yang membuat saya melamun usai sholat subuh. Dalam Ramadhan ini saya belum mendapatkan haidh. Jika dihitung dari terakhir saya haids, maka pada hari sepuluh terakhir puasa ini saya akan akan mendapatkan haidh. Saya jadi harap-harap cemas, berharap bisa terus melaksanakan ibadah puasa, dan cemas jika tidak bisa menghadapkan wajah kepada Allah. Padahal tadi malam saya sudah berniat untuk mengencangkan sarung, dan menghidupkan malam pada 10 hari terakhir.

Subuh tadi saya memohon kepada Allah, supaya haid saya ditunda hingga berakhirnya Ramadhan. Semoga saja do’a saya itu dikabulkan Allah. Kalaupun akhirnya saya mendapatkan hari ‘H’ pada 10 hari terakhir Ramadhan, saya tidak akan kecewa karena itu adalah kodrat saya sebagai perempuan. Saya masih bisa gunakan cara lain untuk bisa mendapatkan pahala, yaitu dengan menyediakan makan berbuka puasa untuk orang lain.

4 comments:

Anonymous said...

Haid pun ga masalahkan? Itukan juga bagian dari nikmat Allah. Dan karena Dia Maha Adil, maka pastilah dia sudah punya mekanisme bagaimana memberi malam istimewa itu pada mereka yang sedang haid. Mirip-mirip dengan para ibu yang melahirkan adalah sama dengan jihad.

Ngomong-ngomong malam lailatul qadr, keyakinan saya malam itu ga bisa dicari hanya ketika sudah 10 malam tersisa. Malam itu harus dicari semenjak 1 Ramadhan. Malam itu, bagi saya, merefleksikan bagaimana kita berpuasa sebulan penuh ini.

Jadi ga bisa dikejar-kejar kayak berburu kelinci, hi hi hi.

Anonymous said...

Yahh..begitulah "patraping menungso". Semua kehidupan manusia itu melalui mekanisme yang sudah diatur dari "sana". Kita hanya bisa menjalani dengan ikhtiar dan berdoa.

Kadang kita ingin berbuat ideal menurut pemikiran kita. Tapi kenyataannya kita tidak bisa berbuat sesuai kehendak hati. Kita tidak bisa memaksakan diri untuk menabrak batasan-batasan yang telah ditetapkan. Walau yang kita maksudkan dengan "perbuatan ideal" itu berupa ibadah kepada Allah SWT sekalipun.

Kenapa demikian? Itulah "patraping menungso" sebagai makhluk ciptaan tuhan. Allah Maha Tahu... (Rudy HK).

Cik Siti said...

Waaahhh..., hari ini saya cukup bangga karena ada dua hamba Allah yang ligat (pandai) punye otak yang gelige memberikan komentarnye di blog ami.
Rase senan tak bisa ami gambarkan dengan kate-kate.

Rudy, bile main lagi ke Selatpanjang? itung-itung bernostalgia waktu kerje di Slp dulu.

Buat Tuan Buyung, niat hati nak tengok2 Slp, masih adakah?

Cik Siti said...

Hahaha, ada beberapa alasan, Rud. Pertama, karena ami orang melayu. Kedua, karena Rudy dan Buyung sama-sama mengerti bahasa melayu.

Tuh kan, Rudy jadi bisa ingat kembali dengan bahasa-bahasa melayu yang sudah lama tidak singgah di telinga Rudy.

Insya Allah, setelah Idul Fitri nanti ami akan ambil gambar beberapa sudut kota Selatpanjang yang dulunya pernah menjadi tempat bermain Rudy, terutama pic kantor BC.

Oh ya, tau tentang mi sagu? Atau pun acara tahunan masyarakat Selatpanjang menyambut Idul Fitri, yaitu Lampu Colok. Rencananya ami akan menuliskan tentang 2 hal itu.

Jangan lupe layarilah web ini terus ;)

PeTuaH

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan