Berpikir Sederhana
Suatu hari, keponakan saya merengek minta dibuatkan pesawat terbang dari kertas. Saya sengaja berpura-pura tidak bisa membuatnya karena saya lagi malas bermain ketika itu.
“Gimana bikinnya? Tante gak bisa, Rif.” Tanpa sengaja saya melakukan dosa, berkata tidak jujur dengannya.
“Pakai akal, tante,”jawabnya polos. Kemudian ia melanjutkan ucapannya, “Tuhan ciptakan akal untuk tante. Tante gunakan akal untuk bikin pesawat.”
Saya kaget mendengar perkataannya itu. Walau pun umurnya belum mencapai 4 tahun tapi ia sudah mengerti apa yang selama ini saya ajarkan. Setiap kali bermain dengannya saya selalu mengingatkan kepadanya bahwa setiap benda yang ada di dunia ini ada yang menciptakannya. Manusia dan bagian-bagian terkecil darinya, juga ada yang menciptakannya, yaitu Allah.
Saya baru saja selesai membaca sebuah novel lagenda karya Achdiat K. Miharja. Dalam novel yang berjudul Atheis tersebut, bercerita tentang Hasan yang tidak mampu tegas mempertahankan keimanannya, dan mudah percaya dengan apa yang dikatakan teman-temannya. Sehingga ia lepas dari keimanannya. Perbutannya yang berani adalah mengatakan bahwa Tuhan itu tidak ada.
Bukan tidak mungkin saya juga bisa terjerat seperti tokoh Hasan. Karena saya adalah mahkluk yang mudah tergoda dengan bisikan setan. Saya tidak bisa membedakan apakah itu bisikan setan, atau bukan. Dan saya tidak bisa menyadari kapan setan-setan itu merasuk ke dalam jiwa, alih-alih saya sudah disesatkannya.
Satu hal yang bisa membuat saya tetap berpegang teguh bahwa Tuhan itu ada adalah dengan melihat benda-benda disekitar saya dan berpikir sederhana. Dengan memulai pertanyaan, benda apa saja yang muncul dengan sendirinya?
Saya perhatikan benda-benda yang berada disekeliling saya. Ada satu set meja makan, mesin jahit, almari, gelas dan piring yang tersusun rapi di atas rak. Semua benda itu ada yang menciptakannya, yaitu manusia. Kembali saya mencari-cari benda yang lainnya. Mata saya tertuju pada benda yang sangat sederhana yang ada di meja makan, yaitu tusuk gigi. Benda kecil ini juga tidak begitu saja ada tanpa ada yang merautnya.
Benda yang sederhana itu saja ada yang menciptakannya, bagaimana pula dengan alam semesta ini, yang tatanannya begitu rumit. Mungkinkah tercipta begitu saja?
Kembali saya melihat benda-benda disekitar saya. Di sudut ada sebuah sepeda kecil milik Arif, keponakan saya. Pujian saya berikan kepada manusia yang menciptakan sepeda tersebut karena kepintarannya dalam menciptakan alat transportasi. Kemudian saya bandingkan dengan mobil. Pembuat mobil tentu lebih pintar dari pembuat sepeda, karena mobil lebih canggih dari sepeda dan pembuatannya tentu sulit.
Kemudian mata saya melihat ke arah luar jendela. Ada anak-anak sedang bermain layang-layang, sebagiannya lagi sedang teliti meraut bambu dan menimbangnya. Jika anak pembuat layang-layang dibandingkan dengan seorang insinyur pembuat pesawat terbang, sangat ketara perbedaan ilmu diantara mereka.
Sampailah saya pada kesimpulan, semua benda yang sebutkan tadi ada yang membuatnya, termasuk tusuk gigi yang sangat sederhana itu. Bentuk dan kecanggihan benda tersebut berbeda-beda sesuai dengan tingkat kepintaran pembuatnya. Jadi siapakah yang menciptakan alam semesta ini? Tentu ada satu zat yang menciptakannya. Zat itu memiliki ilmu yang dasyat tingginya, tidak sebanding ilmu yang dimiliki oleh para pencipta mobil, pesawat dan teknologi lainnya yang ada di dunia ini.
Dengan melihat apa yang ada disekitar dan berpikir sederhana membuat saya kagum dan takjub atas penciptaan alam semesta. Inilah yang membuat saya lebih mengakui keagungan Illahi.
Tulisan ini dimuat juga di Febdian.net
No comments:
Post a Comment