Friday, January 26, 2007

Pujian yang Membuat Aku Malu

Banyak orang menyangka saya adalah lulusan S1. Penilaian itu berdasarkan prilaku saya sehari-hari. Seorang remaja SMA menilai dari banyaknya tumpukkan buku yang menghiasi meja kerja saya. Menurutnya, yang suka membaca buku itu kebanyakkannya dari golongan mahasiswa atau guru. Ada juga yang menilai dari karya tulis yang sering saya kirimkan di situs internet. Teman-teman saya, menilai dari kemampuan saya menyelesaikan tugas-tugas kuliah yang sering mereka titipkan kepada saya. Pujian pun selalu mereka berikan kepada saya.

Padahal, masuk ke kampus saja, saya tidak pernah, apalagi mengikuti perkuliahan. Ada pula yang menduga saya adalah seorang guru. Bahkan lebih dari itu, saya pernah dibilang sebagai seorang dosen. Bukan tanggung-tanggung pujian itu. Benar-benar saya jadi malu. Meskipun apa yang mereka lakukan itu adalah sebuah pujian, tapi bagi saya itu adalah ejekan yang begitu membuat diri saya malu dan muak.

Tahun 2005 saya menulis 1 buah skripsi. Desember 2006 kemarin saya menyelesaikan dua buah skripsi. Januari 2007, 1 buah skripsi saya selesaikan, total semuanya adalah 4 buah skripsi. Tapi semua itu skripsi milik orang lain yang ingin mendapat gelar Sarjana. Yang bikin saya malu adalah skripsi itu diterima oleh Dosen pembimbing, tanpa mendapat banyak coretan.

Perang batin berkecamuk di hati. Saya menerima imbalan atas skripsi yang telah saya kerjakan. Tapi batin saya kadang-kadang berontak dan membenci apa yang saya lakukan itu. Ini adalah sebuah kesalahan, saya telah menipu para Dosen, saya telah menipu bangsa, dan yang lebih memalukan, saya telah mengantarkan orang yang tidak pantas untuk mendapatkan gelar kesarjanaan.

Saya mencoba bercermin dari kesalahan yang telah saya lakukan ini. Kenapa saya tidak mewujudkan anggapan-anggapan yang tinggi dari orang-orang tentang saya? Kenapa saya tidak kuliah saja? Kenapa saya tidak berusaha menjadi seorang pendidik? Mampukah saya mewujudkan itu semua?

Friday, December 15, 2006

Poligami, Tanyakan Kenapa

Senangnya dalam hati, kalau beristeri dua

Terasa dunia ini Ana yang punya
(P. Ramlee – Madu Tiga)

Mungkin itulah yang dirasakan bagi kaum laki-laki bila berpoligami. Poligami, topik yang lagi hangat dibicarakan saat ini. Dimana-mana membicarakan poligami, di gubuk derita sampai istana Negara. dan hampir di semua situs internet yang saya klik ada judul poligami. Termasuk situs yang kerap saya kunjungi Febdian.net.

Kemarin itu, saya gak niat mengomentari tulisan yang ada di Febdian.net, tapi karena ada di meja diskusi dan disuruh mengomentari, saya pun menuliskan komentar saya disana. Pembicaraan saya diinternet dilihat oleh teman-teman saya. Mereka jadi ikut berbicara masalah poligami. Sebenarnya yang gak ngerti, apa sih yang sebenarnya dibicarakan. Syariatnyakah, baik-buruknyakah, atau enak-tidaknya poligami itu.

Kalau masalah syariat, pasti yang lebih tau adalah ahlinya, misalnya ustadz. Tapi, yang saya tau nih, nikah saja ada banyak hukumnya, bisa wajib, bisa sunah, mubah dan bisa juga menjadi haram jika tujuannya untuk menyakiti atau mencelakakan salah satunya, suami atau istri.

Namun banyak yang beranggapan, mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan itu sudah bertentangan dengan Islam, sama saja hukumnya menghalalkan apa yang diharamkan. Namun menurut beberapa ahli fiqih, makanan yang haram bisa saja dihalalkan. Misalnya babi, bisa saja menjadi mubah atau diizinkan untuk dimakan, bila keadaan memaksa. Bila tidak dijumpai makanan yang halal, sedangkan pada saat itu kita memerlukan makanan untuk meneruskan hidup.

“Makanan halal, tapi bisa mendatangkan penyakit bagi pemakanan. Kambing, misalnya. Kalo udah tau makan daging kambing akan membuat tekanan darah naik, kenapa masih makan kambing? Itu sama saja mencari penyakit. Aku rasa gak salah kalo kita meninggalkan yang halal untuk menghindari terjadinya hal-hal buruk,” komentar teman saya.

Komentar teman saya itu mengingatkan saya kepada sebuah hadis Nabi, “Tidak dibenarkan segala bentuk kerusakan (dharar) terhadap diri atau orang lain.”

“Memang benar, tapi gak salah juga kan bila orang berpoligami untuk menghindari perbuatan dosa, menghindari zina. Gak pantas rasanya poligami jadi dibenci.” Pendapat teman saya yang satunya.

“Rasulullah saja tidak rela ketika anaknya Fatimah dimadu. Apalagi kita-kita ini yang keadaan iman dan taqwa naik-turun. Kalau Rasulullah saja sudah tidak suka anaknya dimadu, poligami juga menjadi gak pantas untuk kita lakoni.”

“Poligami itu sama saja dengan kentut. Gak ada yang larang, silakan kentut. Tapi jangan coba-coba kentut sembarangan, bisa-bisa dilempari sandal. Apalagi kentutnya bau sekali.” Komentar teman saya ini membuat teman-teman dan saya tertawa.

Tiba-tiba kami semua berhenti sejenak tertawa ketika teman saya yang agak pendiam, buka mulut, “Yaah… poligami bagai buah simalakama. Kenapa jadi begitu ya?” Semua yang mendengarnya menjadi ketawa. Semua jadi heran, dan bertanya-tanya kenapa si pendiam ikut berkomentar.

Baik-buruknya poligami ini sebaiknya diserahkan kepada masyarakat atau kepada mereka yang menjadi objek poligami. Sedangkan enak-tidaknya poligami bagusnya ditanyakan kepada pelaku poligami. Kalau ada orang bisa berbahagia dengan poligami kenapa pula kita yang merasa tersiksa. Dan kalaupun ada yang tidak senang dengan poligami, jangan pula kita memaksa mereka untuk sejutu dengan poligami.
Beginilah poligami, selalu mengundang pro dan kontra, tanyakan kenapa.

Wednesday, December 13, 2006

Mi Sagu


Aha! Ini adalah photo hasil jepretan saya sendiri, saya cukup senang dengan hasil bidikan ini, walaupun hasil masih kurang hehehehe… Tapi inilah yang terbaik menurut saya, karena beberapa photo sebelumnya gagal, fokusnya tidak tepat, photo buram, kelihatan sinar mataharinyalah dan lain sebagainya. Alhamdulillah, sekali ini berhasil.

Sudah beberapa hari photo ini menjadi wallpaper di komputer saya. Puji syukur kepada Allah, setiap orang yang memandang photo ini pasti memberikan pujian. Dari sisi mana hingga mereka memuji, saya sendiri tidak tahu. Apakah hasil bidikan saya bagus ataukah karena makanan yang saya bikin itu menyelerakan. Tapi menurut saya, cenderung karena objek yang saya photo itu adalah mi sagu.

Mi sagu adalah makanan kegemaran masyarakat melayu Selatpanjang. Kenapa mi sagu? Karena sejak dahulu kala Selatpanjang merupakan daerah penghasil sagu, dan sagu menjadi makanan pokok. Namun sekarang telah bergeser kepada beras (nasi). Walaupun demikian, mi sagu tetap menjadi kegemaran masyarakat melayu Selatpanjang, bahkan masyarakat suku lain yang tinggal di Selatpanjang juga suka dengan mi sagu.

Biasanya, orang yang telah lama meninggalkan Selatpanjang, pasti teringat dengan mi sagu. Dan bila mereka pulang kampung (Selatpanjang), pasti yang dicari adalah mi sagu. Belum lama ini, ada teman saya yang lagi hamil mengidam mi sagu. Meskipun daerah tempat tinggalnya jauh dari Selatpanjang, dia minta dikirimkan mi sagu mentah dari Selatpanjang.

Sekarang, penyajian makanan ini sudah beragam. Ada yang disajikan dengan telur, udang basah ataupun udang kering (ebi), dan lainnya. Mi sagu diolah sedemikian rupa sesuai dengan selera peminatnya. Namun, penyajian mi sagu klasik (seperti di photo), yang hanya ditaburi ikan bilis (tri) dan daun kucai, tetap menjadi favorit. Apalagi mi sagunya dibungkus pakai daun pisang, aromanya menjadi khas sekali.

Spesialnya lagi mi sagu ini lagi adalah ia menjadi makanan diet bagi penderita kencing manis atau diabetes. Diet dengan menyantap makanan dari sagu terbukti mampu menurunkan gula darah penderita diabetes, karena kandungan karbohidrat dalam sagu sangat rendah sekali.

Nah, bagaimana dengan Anda? Pernahkah merasa masakan mi sagu? Kalau ada yang belum pernah mencicipinya dan ingin sekali mencoba, jangan segan-segan minta dengan saya. Insya Allah, bila Anda menjejakkan kaki di Selatpanjang akan saya traktir makan mi sagu, atau apakah Anda ingin mencicipi mi sagu buatan saya?

Sebagai penutup tulisan ini saya ingin berpantun. Semoga aja pantunnya tepat hehehe…

Pergi ke laut mencari ikan
Perahu dilayarkan menuju utara
Meski banyak makanan yang dihidangkan
Hanya mi sagu membuka selera

Jika tuan dan puan hendak ke hulu
Carikan saya selendang panjang
Jika tuan dan puan teringin mi sagu
Marilah datang ke Selatpanjang

PeTuaH

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan