Poligami, Tanyakan Kenapa
Senangnya dalam hati, kalau beristeri dua
Terasa dunia ini Ana yang punya
(P. Ramlee – Madu Tiga)
Mungkin itulah yang dirasakan bagi kaum laki-laki bila berpoligami. Poligami, topik yang lagi hangat dibicarakan saat ini. Dimana-mana membicarakan poligami, di gubuk derita sampai istana Negara. dan hampir di semua situs internet yang saya klik ada judul poligami. Termasuk situs yang kerap saya kunjungi Febdian.net.
Kemarin itu, saya gak niat mengomentari tulisan yang ada di Febdian.net, tapi karena ada di meja diskusi dan disuruh mengomentari, saya pun menuliskan komentar saya disana. Pembicaraan saya diinternet dilihat oleh teman-teman saya. Mereka jadi ikut berbicara masalah poligami. Sebenarnya yang gak ngerti, apa sih yang sebenarnya dibicarakan. Syariatnyakah, baik-buruknyakah, atau enak-tidaknya poligami itu.
Kalau masalah syariat, pasti yang lebih tau adalah ahlinya, misalnya ustadz. Tapi, yang saya tau nih, nikah saja ada banyak hukumnya, bisa wajib, bisa sunah, mubah dan bisa juga menjadi haram jika tujuannya untuk menyakiti atau mencelakakan salah satunya, suami atau istri.
Namun banyak yang beranggapan, mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan itu sudah bertentangan dengan Islam, sama saja hukumnya menghalalkan apa yang diharamkan. Namun menurut beberapa ahli fiqih, makanan yang haram bisa saja dihalalkan. Misalnya babi, bisa saja menjadi mubah atau diizinkan untuk dimakan, bila keadaan memaksa. Bila tidak dijumpai makanan yang halal, sedangkan pada saat itu kita memerlukan makanan untuk meneruskan hidup.
“Makanan halal, tapi bisa mendatangkan penyakit bagi pemakanan. Kambing, misalnya. Kalo udah tau makan daging kambing akan membuat tekanan darah naik, kenapa masih makan kambing? Itu sama saja mencari penyakit. Aku rasa gak salah kalo kita meninggalkan yang halal untuk menghindari terjadinya hal-hal buruk,” komentar teman saya.
Komentar teman saya itu mengingatkan saya kepada sebuah hadis Nabi, “Tidak dibenarkan segala bentuk kerusakan (dharar) terhadap diri atau orang lain.”
“Memang benar, tapi gak salah juga kan bila orang berpoligami untuk menghindari perbuatan dosa, menghindari zina. Gak pantas rasanya poligami jadi dibenci.” Pendapat teman saya yang satunya.
“Rasulullah saja tidak rela ketika anaknya Fatimah dimadu. Apalagi kita-kita ini yang keadaan iman dan taqwa naik-turun. Kalau Rasulullah saja sudah tidak suka anaknya dimadu, poligami juga menjadi gak pantas untuk kita lakoni.”
“Poligami itu sama saja dengan kentut. Gak ada yang larang, silakan kentut. Tapi jangan coba-coba kentut sembarangan, bisa-bisa dilempari sandal. Apalagi kentutnya bau sekali.” Komentar teman saya ini membuat teman-teman dan saya tertawa.
Tiba-tiba kami semua berhenti sejenak tertawa ketika teman saya yang agak pendiam, buka mulut, “Yaah… poligami bagai buah simalakama. Kenapa jadi begitu ya?” Semua yang mendengarnya menjadi ketawa. Semua jadi heran, dan bertanya-tanya kenapa si pendiam ikut berkomentar.
Baik-buruknya poligami ini sebaiknya diserahkan kepada masyarakat atau kepada mereka yang menjadi objek poligami. Sedangkan enak-tidaknya poligami bagusnya ditanyakan kepada pelaku poligami. Kalau ada orang bisa berbahagia dengan poligami kenapa pula kita yang merasa tersiksa. Dan kalaupun ada yang tidak senang dengan poligami, jangan pula kita memaksa mereka untuk sejutu dengan poligami.
Beginilah poligami, selalu mengundang pro dan kontra, tanyakan kenapa.
(P. Ramlee – Madu Tiga)
Mungkin itulah yang dirasakan bagi kaum laki-laki bila berpoligami. Poligami, topik yang lagi hangat dibicarakan saat ini. Dimana-mana membicarakan poligami, di gubuk derita sampai istana Negara. dan hampir di semua situs internet yang saya klik ada judul poligami. Termasuk situs yang kerap saya kunjungi Febdian.net.
Kemarin itu, saya gak niat mengomentari tulisan yang ada di Febdian.net, tapi karena ada di meja diskusi dan disuruh mengomentari, saya pun menuliskan komentar saya disana. Pembicaraan saya diinternet dilihat oleh teman-teman saya. Mereka jadi ikut berbicara masalah poligami. Sebenarnya yang gak ngerti, apa sih yang sebenarnya dibicarakan. Syariatnyakah, baik-buruknyakah, atau enak-tidaknya poligami itu.
Kalau masalah syariat, pasti yang lebih tau adalah ahlinya, misalnya ustadz. Tapi, yang saya tau nih, nikah saja ada banyak hukumnya, bisa wajib, bisa sunah, mubah dan bisa juga menjadi haram jika tujuannya untuk menyakiti atau mencelakakan salah satunya, suami atau istri.
Namun banyak yang beranggapan, mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan itu sudah bertentangan dengan Islam, sama saja hukumnya menghalalkan apa yang diharamkan. Namun menurut beberapa ahli fiqih, makanan yang haram bisa saja dihalalkan. Misalnya babi, bisa saja menjadi mubah atau diizinkan untuk dimakan, bila keadaan memaksa. Bila tidak dijumpai makanan yang halal, sedangkan pada saat itu kita memerlukan makanan untuk meneruskan hidup.
“Makanan halal, tapi bisa mendatangkan penyakit bagi pemakanan. Kambing, misalnya. Kalo udah tau makan daging kambing akan membuat tekanan darah naik, kenapa masih makan kambing? Itu sama saja mencari penyakit. Aku rasa gak salah kalo kita meninggalkan yang halal untuk menghindari terjadinya hal-hal buruk,” komentar teman saya.
Komentar teman saya itu mengingatkan saya kepada sebuah hadis Nabi, “Tidak dibenarkan segala bentuk kerusakan (dharar) terhadap diri atau orang lain.”
“Memang benar, tapi gak salah juga kan bila orang berpoligami untuk menghindari perbuatan dosa, menghindari zina. Gak pantas rasanya poligami jadi dibenci.” Pendapat teman saya yang satunya.
“Rasulullah saja tidak rela ketika anaknya Fatimah dimadu. Apalagi kita-kita ini yang keadaan iman dan taqwa naik-turun. Kalau Rasulullah saja sudah tidak suka anaknya dimadu, poligami juga menjadi gak pantas untuk kita lakoni.”
“Poligami itu sama saja dengan kentut. Gak ada yang larang, silakan kentut. Tapi jangan coba-coba kentut sembarangan, bisa-bisa dilempari sandal. Apalagi kentutnya bau sekali.” Komentar teman saya ini membuat teman-teman dan saya tertawa.
Tiba-tiba kami semua berhenti sejenak tertawa ketika teman saya yang agak pendiam, buka mulut, “Yaah… poligami bagai buah simalakama. Kenapa jadi begitu ya?” Semua yang mendengarnya menjadi ketawa. Semua jadi heran, dan bertanya-tanya kenapa si pendiam ikut berkomentar.
Baik-buruknya poligami ini sebaiknya diserahkan kepada masyarakat atau kepada mereka yang menjadi objek poligami. Sedangkan enak-tidaknya poligami bagusnya ditanyakan kepada pelaku poligami. Kalau ada orang bisa berbahagia dengan poligami kenapa pula kita yang merasa tersiksa. Dan kalaupun ada yang tidak senang dengan poligami, jangan pula kita memaksa mereka untuk sejutu dengan poligami.
Beginilah poligami, selalu mengundang pro dan kontra, tanyakan kenapa.
11 comments:
hahahahahahaha... Say no to poligami
Mengenai Rasulullah yang meminta Ali ra. untuk tidak menikah selagi Fathimah ra. masih hidup itu dijelaskan oleh Ustadz Ahmad Sarwat di eramuslim.com:
Tautnya:
http://www.eramuslim.com/ust/nkh/4576c6ff.htm
Saran saya, hati-hati dalam pengutipan hadits (termasuk di dalamnya tindakan-tindakan Rasulullah). Abu Bakar ra. telah membakar lebih dari 500 catatan-catatan yang berisi perkataan Rasulullah saw hanya karena dia takut "salah penulisan" atau "salah pemahaman" dan kemudian menjadi acuan bagi orang-orang sesudah kita. Apa lagi kita, yang bertemu Nabi saja tidak hehehe.
Jumhur ulama sirah nabawiah menjelaskan ada 2 alasan kenapa saat itu Rasulullah meminta Ali ra. tidak menikah selagi Fathima ra., masih hidup:
1. Perempuan yang hendak dinikahi saat itu adalah putri Abu Jahl -- bisakan dipahami kenapa?
2. Ada beberapa aturan atau hukum yang diberlakukan Rasulullah hanya berlaku lokal karena pertimbangan tertentu, contohnya hukum kawin kontrak dan kasus rencana pernikahan Ali ra ini (ini yang dibahas oleh ustadz Sarwat tersebut).
Kutipan kesimpulan dari artikel eramuslim itu adalah sebagai berikut:
"Maka argumentasi haramnya poligami hanya berdasarkan karena Rasulullah SAW melarang Ali bin Abi Thalib menikahi Juwairiyah setelah beristrikan Fatimah ra. adalah argumentasi yang kurang tepat. Mungkin mereka yang mengatakannya terbawa nafsu dan kurang memahami hakikat dan realita sirah nabawiyah yang sesungguhnya. Juga kurang mengenal metode istimbath hukum fiqih yang baku."
Yang pasti, Rasulullah tidak akan sekali-kali membuat sebuah aturan, baik itu bersifat lokal atau umum (yang kemudian menjadi hadits) yang bertentangan dengan Al-quran, walau itu cuma 1 ayat.
poligami itu bagi perempuan bagaikan meminum obat jaddam atau habbatussauda'...
terasa pahit tapi menyehatkan.hehehe
tak percaya... tanya saja sama org yang berpoligami.. klo sama ana tak usah poligami. satu je beluom dapat...hehehe 'promosi ni ye'
Cieee... betul tak ni? Sekarang ye-lah cakap tak mau, tapi besok2 bile mate dah ternampak yang lebih licin dari istri yang ade, mungkin bise berubah pikiran.
perlu ilmu untuk berpoligami. jangan coba2 berpoligami kalau tak punya ilmu
Nah, setuju sekali dengan pendapat seperti ini. Jadi, kira-kira ilmu yang bagaimana supaya bisa aman berpoligami? Ada yang tau?
Tidak ada gunanya menentang ketetapan ALLAH SWT.
Jangan mengingkari KETETAPAN ALLAH SWT.
Manusia sama sekali tidak berhak (bahkan tidak akan mampu) untuk memperdebatkan FIRMAN ALLAH SWT. Poligami ya poligami aja, dijalankan sesusai SYARIAT yang ada. Tidak perlu ada komentar dari manusia2 yg bahkan banyak tidak mengerti ttg ISLAM.
klo gitu yg ngerti aj ya berpoligami...
Post a Comment